Inilah 10 manusia tersukses di dunia dan di akhirat, setelah
Rasul Muhammad Saw. Mereka adalah tokoh teladan umat Islam
sepanjang masa dalam berbagai aspek kehidupan.
Di saat umat Islam hari ini kehilangan profil tokoh, pemimpin dan
pribadi yang dapat dijadikan teladan, maka menghadirkan biografi dan
cerita kehidupan mereka adalah merupakan keniscayaan.
Sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan : Kalau Anda ingin
hidup sukses di dunia dan akhirat, tirulah gaya hidup mereka.
Selamat menelusurinya.
I. Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan
ampunan kepadanya. Kami berlindung kepada-Nya dari keburukan diri kami
dan dari amal-amal buruk kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh
Allah, maka tiada yang mampu menyesatkannya.
Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang mampu
memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang
Maha Esa tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Utusan-Nya.
Buku ini berisi riwayat hidup sepuluh sahabat yang dijamin masuk
surga, semoga Allah meridhai mereka semua. Ada kebutuhan menuturkan
riwayat hidup mereka, supaya kita bisa mencari letak keteladanan dalam
kehidupan orang-orang shalih itu.
Dalam buku sirah ini penulis membatasi bahasan hanya dari sisi
gambaran, contoh dan kejadian dalam kehidupan Khalifah Empat dan
sahabat-sahabat selebihnya dari mereka yang dipastikan masuk surga.
Untuk tujuan tersebut, penulis berusaha menulisnya dengan
kalimat-kalimat yang mudah dan semata bersandar pada atsar yang shahih
dan rujukan-rujukan yang autentik.
Kesepuluh sahabat tersebut adalah:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq RA
2. ‘Umar bin Khaththab RA
3. ‘Utsman bin ‘Affan RA
4. Ali bin Abu Thalib RA
5. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah RA
6. Thalhah bin ‘Ubaidullah RA
7. Zubair bin ‘Awwam RA
8. Abdurrahman bin ‘Auf RA
9. Sa’d bin Abu Waqqash RA
10. Sa’id bin Zaid RA
Penulis memohon kepada Allah semoga menjadikan buku ini bermanfaat
bagi penulisnya, penerbitnya dan pembacanya. Sesungguhnya Allah-lah yang
berwenang dan kuasa untuk menjadikannya bermanfaat.
(Muhammad Ahmad ‘Isa)
II. Keutamaan Para Sahabat RA
Pada zaman keteladanan yang baik tidak ada, manusia melenceng dari
jalan-jalan hidayah, dan banyak di antara mereka yang tidak menghormati
orang-orang yang sebenarnya memiliki keutamaan. Saatnya kita berhenti
sejenak untuk – merenungkan kehidupan generasi terbaik yang pernah
disaksikan dunia – setelah para Nabi.
Itu adalah generasi iman dan tauhid, generasi ibadah dan keikhlasan,
generasi keadilan dan konsistensi, generasi kesabaran dan keteguhan,
generasi jihad dan heroisme. Itulah generasi para sahabat yang mulia.
Itulah generasi unik yang menjalan Islam dengan sempurna dan
paripurna. Mereka tahu, dan mengetahui mereka lurus. Mereka paham, dan
pemahaman mereka itu baik.
“Itulah generasi yang menyatukan idealita dan realita. Generasi yang
mengejawantahkan idealita-idealita Islam dalam realitas, dan mengangkat
realitas manusia ke tingkatan idealita. Kita sangat butuh untuk
mengenali generasi ini, agar kita tahu letak keteladanan bagi kita dalam
realitas kita hari ini. Dan untuk kita jadikan tolok ukur dalam
mengetahui jauh atau dekatnya kita dari hakikat Islam.”
Allah SWT meminta kaum muslimin untuk meneladani Rasulullah SAW,
mengikuti jejak generasi emas tersebut, dan menghubungkan diri mereka
dengan generasi tersebut. Allah berfirman,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS
Al-Ahzab [33]: 21)
Allah SWT juga berfirman,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ
يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ
حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ
بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah
beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa
yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr
[59]: 9)
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hasyr [59]: 10)
Inilah generasi unik yang menjadi media Allah untuk memberi kejayaan
bagi Islam. Generasi ini sebenarnya bisa terulang dalam realitas
kehidupan asalkan generasi penerus mengikuti jalan yang sama, meskipun
memang keutamaan sahabat itu tidak mungkin dikejar.
Di antara kewajiban kita terhadap generasi sahabat ini adalah
mencintai mereka, loyal kepada mereka, dan mengenali keutamaan mereka.
Ini merupakan bagian dari inti akidah Islam yang membedakan antara
Ahlussunnah dengan ahli bid’ah.
Karena cinta kepada para sahabat merupakan bagian dari agama dan
keimanan, sedangkan mencaci dan membenci para sahabat adalah bagian dari
kesesatan dan kehinaan.
III. Siapakah Sahabat Itu?
Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW dalam
keadaan Islam (Muslim). Definisi ini mencakup setiap orang yang
pernah bertemu satu kali dengan Nabi SAW, atau yang bermajlis dengan
Nabi SAW dalam jangka waktu yang lama, orang yang meriwayatkan dari
Nabi SAW dan yang tidak meriwayatkan, orang yang pernah berperang
bersama beliau atau yang tidak pernah berperang, orang yang pernah
melihat beliau satu kali saja.
Meskipun tidak pernah duduk di majelisnya, dan orang yang tidak
pernah melihatnya karena ada halangan seperti buta. Definisi ini tidak
mencakup orang yang berjumpa dengan beliau dalam keadaan kafir, meskipun
sesudah itu ia masuk Islam.
IV. Berapa Jumlah Sahabat?
Ada banyak sekali jumlah orang yang bersahabat dengan Nabi SAW. Abu
Zur’ah Ar-Razi berkata, “Saat Nabi SAW wafat, jumlah orang yang
pernah melihat beliau dan mendengar dari beliau itu lebih dari 100.000
(seratus ribu) orang, baik laki-laki atau perempuan. mereka semua
meriwayatkan dari beliau lewat pendengaran atau pengamatan.”
V. Keadilan Sahabat.
Semua sahabat adalah adil, tsiqah, dan tsabat. Karena Allah telah
menilai mereka adil dan mengabarkan kesucian mereka. Nabi SAW pun
menilai mereka bersih dan menjelaskan keutamaan mereka. Bagaimana mereka
tidak berada dalam kedudukan tersebut, sedangkan mereka adalah
manusia-manusia yang dipilih Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya SAW.
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Sesungguhnya Allah melihat hati para
hamba, dan mendapati hati Muhammad SAW itu sebaik-baik hati para hamba.
Karena itu, Allah memilihnya bagi diri-Nya dan mengutusnya untuk
membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba sesudah
hati Muhammad SAW, dan Allah mendapati hati para sahabatnya sebaik-baik
hati para hamba. Karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai kaki
tangan Nabi-Nya yang berperang di atas agamanya. Jadi, apa yang dilihat
kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia juga baik di sisi
Allah. Dan apa yang mereka lihat sebagai sesuatu yang jelek, maka ia
juga jelek di sisi Allah.”
Keutamaan dan Keadilan Para Sahabat Dalam Al-Qur’an dan Sunnah:
1. Allah berfirman,
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ
الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا ﴿١٨﴾
“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui
apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka
dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).” (QS Al-Fath [48]: 18)
Jabir bin Abdullah berkata, “Jumlah kami saat itu adalah seribu
empat ratus orang.”
Ayat ini berbicara tentang kesaksian Allah mengenai ridha-Nya kepada
para sahabat Nabi SAW, terlebih kepada mereka yang terlibat dalam
perjanjian Hudaibiyyah. Orang yang diridhai Allah itu tidak mungkin mati
dalam keadaan kafir.
Karena yang menjadi patokan selamatnya seseorang adalah kematiannya
dalam keadaan memeluk Islam. Jadi, tidak mungkin Allah meridhai kecuali
kepada orang yang diketahui-Nya mati dalam keadaan memeluk Islam.
Nabi SAW bersabda,
لَا يَدْخُلُ النَّارَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنْ أَصْحَابِ الشَّجَرَةِ
أَحَدٌ الَّذِينَ بَايَعُوا تَحْتَهَا
“Insya’allah tidak seorang pun dari mereka yang berbaiat di bawah
pohon itu masuk neraka.”
2. Allah berfirman,
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ
أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ
فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴿٢٩﴾
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia
Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Fath
[48]: 29)
Imam Malik rahimahullah berkata, “Kami menerima kabar bahwa
apabila orang-orang Nasrani melihat para sahabat yang membebaskan
kawasan Syam, maka mereka mengatakan, ‘Demi Allah, mereka itu lebih baik
daripada Hawariyyun (pengikut setia Nabi ‘Isa AS).’ Dalam hal ini
mereka jujur, karena umat ini diagungkan dalam kitab-kitab suci
terdahulu. Dan umat yang paling agung dan utama adalah para sahabat
Rasulullah SAW. Allah SWT telah menyinggung mereka dalam kitab-kitab
suci terdahulu.”
Ibnul Jauzi berkata, “Sifat ini berlaku untuk semua sahabat menurut
mayoritas ulama.”
3. Allah berfirman,
لِلْفُقَرَاء الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيارِهِمْ
وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
وَيَنصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ﴿٨﴾
“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung
halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah
dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itulah orang-orang yang benar.” (QS Al-Hasyr [59]: 8 )
Betapa bagusnya kesimpulan yang dipetik Imam Malik dari ayat mulia
ini. Katanya, orang yang mencela sahabat itu tidak memiliki bagian dari
harta pampasan perang.
‘Aisyah RA berkata, “Mereka diperintahkan untuk memintakan
ampunan bagi para sahabat Rasulullah SAW, namun mereka justeru mencela
para sahabat.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Janganlah kalian mencaci para
sahabat Muhammad, karena Allah telah memerintahkan istighfar bagi
mereka, padahal Allah tahu bahwa para sahabat itu bakal saling
berperang.”
4. Allah berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٠٠﴾
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
di antara orang-orang muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun
rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah [9]:
100)
Betapa bagus kesimpulan yang diambil Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah dari ayat ini. Ia mengatakan, “Allah
meridhai para sabiqun tanpa syarat ihsan (berbuat baik), tetapi Allah
tidak meridhai para tabi’in kecuali jika mereka mengikuti para sahabat
dengan berbuat baik.”
Di antara tindakan mengikuti sahabat dengan berbuat baik adalah
bersikap ridha kepada mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, dan
meneladani mereka.
5. Allah berfirman,
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ
الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُوْلَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ
أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١٠﴾
“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan
berperang sebelum pembebasan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya
daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah
itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih
baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hadid
[57]: 10)
Kata al-husna dalam ayat ini berarti surga, sebagaimana pendapat
banyak mufasir. Berdasarkan ayat ini, Ibnu Hazm memastikan bahwa seluruh
sahabat itu termasuk penghuni surga, karena Allah berfirman, “Allah
menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik.” Pendapat
serupa disampaikan Ibnu Al-Jauzi saat menafsirkan ayat dalam surat
Al-Fath ayat 29, bahwa sifat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah
untuk semua mayoritas.
6. Allah berfirman,
لَقَد تَّابَ الله عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ
الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِن بَعْدِ مَا كَادَ
يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ
رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿١١٧﴾
“Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang
muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa
kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS At-Taubah [9]:
117)
Semua sahabat yang turut serta dalam perang Tabuk kecuali para wanita
dan orang-orang lemah yang ditolerir Allah untuk tidak ikut serta.
Sedangkan ketiga sahabat yang tidak ikut perang, penjelasan tentang
diterimanya taubat mereka diturunkan sesudah itu.
Dan masih ada banyak ayat lain yang menjelaskan penilaian baik
terhadap para sahabat. Di antaranya adalah firman Allah,
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ
وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا
لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿٧٤﴾
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada
jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat)
yang mulia.” (QS Al-Anfal [8]: 74)
Dan seperti firman Allah,
لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ جَاهَدُواْ
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَأُوْلَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ
وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٨٨﴾ أَعَدَّ اللّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ ﴿٨٩﴾
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka
berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang
yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang
beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.” (QS At-Taubah [9]: 88-89)
Semoga kita bisa meneladani dan mengikuti jejak langkah Shahabat RA
yang di Ridhai-Nya.
Catatan: Gambar ilustrasi diperoleh dari
berbagai sumber di internet.
Baca sebelumnya:
Oleh: Fathuddin Jafar
0 komentar:
Posting Komentar