1.2 Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain.
Tokoh yang oleh banyak pihak dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang
ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853. Walaupun
sebenarnya pada akhir abad pertengahan adalah Ibnu Khaldun (1332-1406), yang mengemukakan
tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa
sejarah. Menurut beberapa sosiolog, Ibnu Khaldun lah yang lebih tepat sebagai Bapak Sosiologi,
karena jauh sebelum Comte ia telah mengemukakan tentang prinsip-prinsip sosiologi dalam bukunya
yang berjudul Muqodimah.
Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul
Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1838. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa
semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh
karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu
yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang
dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat
masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang
lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan
perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua
adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia
menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan
adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap
kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia
menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode
ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan
ilmiah mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik,
dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat,
sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dal
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain.
Tokoh yang oleh banyak pihak dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang
ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853. Walaupun
sebenarnya pada akhir abad pertengahan adalah Ibnu Khaldun (1332-1406), yang mengemukakan
tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa
sejarah. Menurut beberapa sosiolog, Ibnu Khaldun lah yang lebih tepat sebagai Bapak Sosiologi,
karena jauh sebelum Comte ia telah mengemukakan tentang prinsip-prinsip sosiologi dalam bukunya
yang berjudul Muqodimah.
Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul
Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1838. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa
semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh
karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu
yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang
dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat
masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang
lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan
perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua
adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia
menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan
adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap
kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia
menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode
ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan
ilmiah mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik,
dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat,
sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dal
0 komentar:
Posting Komentar